Selasa, 28 Agustus 2012

Makalah bani Abbasiyah


DINASTI ABBASIYAH
OLEH:SUKMAN
A.    PENDAHULUAN
Bani Abbasiyah mewarisi imperium besar dari Bani Umayyah. Mereka dapat memungkinkan untuk mencapai hasil lebih banyak karena landasannya telah dipersiapkan oleh Bani Umayyah yang besar dan Abasiyyah yang pertama memanfaatkannya. Penggantian Umayyah oleh Abasiyyah ini bukan sekedar penggantian dinasti, tetapi merupakan suatu revolusi dalam sejarah Islam, suatu titik balik yang sama pentingnya dengan Revolusi Perancis dan Revolusi Rusia di dalam Sejarah Barat[1]
Bani Abbasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia, sehingga banyak dipengaruhi oleh peradaban bangsa Persia. Jika bani Umayyah dengan Damaskus sebagai Ibu Kotanya mementingkan kebudayaan Arab, maka bani Abbasiyah dengan memindahkan Ibu kotanya ke Baghdad telah agak jauh dari pengaruh Arab. Baghdad terletak di daerah yang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Persia. Di samping itu, tangan kanan yang membawa Bani Abbasiyah kepada kekuasaan adalah orang-orang Persia. Dan setelah berkuasa, cendekiawan Persialah yang mereka jadikan sebagai pembesar-pembesar di istana.
Dengan naiknya kedudukan orang-orang Persia dan kemudian orang-orang Turki dalam pemerintahan bani Abbasiyah, kedudukan orang-orang Arab menurun. Masa ini bukanlah masa ekspansi daerah kekuasaan seperti pada masa Umayyah tetapi masa pembentukan kebudayaan dan peradaban Islam. Berbagai macam disiplin keilmuan meningkat pesat. Perguruan Tinggi yang didirikan pada zaman ini antara lain Baitul Hikmah di Baghdad dan Al-Azhar di Kairo yang hingga kini masih harum namanya sebagai universitas Islam yang termasyhur di seluruh dunia.
Periode ini adalah periode peradaban Islam yang tertinggi dan memiliki pengaruh walaupun tidak secara langsung pada tercapainya peradaban modern di Barat sekarang. Periode kemajuan Islam ini menurut Christoper Dawson, bersamaan masanya dengan abad kegelapan di Eropa. Pada abad ke-11 Eropa mulai sadar akan adanya peradaban Islam  yang tinggi di Timur dan melalui Spanyol, Sicilia , peradaban itu sedikit demi sedikit ditransfer ke Eropa. Dari Islam-lah Eropa mempelajari semua ilmu pengetahuan. Maka tidak mengherankan jika Gustave Lebon mengatakan bahwa “orang Arab-lah yang menyebabkan kita mempunyai peradaban, karena mereka adalah imam kita selama enam abad”.
Karena besarnya peranan dan pengaruh Dinasti Abbasiyah terhadap perkembangan kebudayaan dan kemajuan agama Islam maka dalam makalah ini akan dibahas tentang:
1.      Bagaimana Sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah
2.      Bagaimana Pola pemerintahan Dinasti Abbasiyah
3.      Siapa saja yang pernah menjadi khalifah Dinasti Abbasiyah
4.      Bagaimana peta kekuasaan  Dinasti Abbasiyah
5.      Apa saja penyebab runtuhnya dinasti Abbasiyah.
B.     SEJARAH BERDIRINYA DINASTI ABBASIYAH
Dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasyiah,sebagaimana disebutkan,melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Dinasti Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman nabi Muhammad saw. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,dari tahun 132 H (750 M) s/d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.[2]
Ketika Dinasti Umayyah berkuasa Bani Abbas telah melakukan usaha perebutan kekuasaan. Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal dan memberikan toleransi pada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu didahului oleh saudara-saudara dari Bani abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad serta Ibrahim al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan, meskipun belum melakukan gerakan yang bersifat politik. Sementara itu Ibrahim meninggal dalam penjara karena tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan karena melakukan gerakan makar. Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan Abu Abbas, setelah melakukan pembantaian terhadap seluruh Bani Umayyah, termasuk khalifah Marwan II yang sedang berkuasa.[3]
Orang-orang Abbasiyah,sebut saja Bani Abbas merasa lebih berhak dari pada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah keturunan Bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka,orang-orang Umayyah secara paksa menguasai kekhalifahan melalui tragedi perang siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah mereka mengadakan gerakan yang luar biasa dalam bentuk pemberontakan terhadap Bani Umayyah.[4]
Propaganda Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan rahasia. Akan tetapi Imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah Umayyah terakhir yaitu Marwan bin Muhammad. Ibrahim tertangkap oleh pasukan Dinasti Umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya di eksekusi. Ia mewasiatkan kepada adiknya yaitu Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu ia akan dibunuh dan memerintahkan untuk pindah ke Kufah. Dan pemimpin propaganda dibebankan kepada Abu Salamah[5]
Penguasa Umayyah di Kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah ditaklukkan oleh Abbasiyah dan diusir ke Wasit. Abu Salamah selanjutnya berkemah di Kufah yang telah ditaklukkan. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abul abbas diperintahkan untuk mengejar khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad bersama pasukannya yang melarikan diri. Khalifah ini terus menerus melarikan diri hingga ke Fustat di Mesir dan akhirnya terbunuh di Busir wilayah Al-Fayyum, tahun 132 H/750 M. dengan demikian maka tumbanglah kekuasaan dinasti Umayyah dan berdirilah Dinasti Abbasiyah yang dipimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abul Abbas Ash-Shafah.[6] dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.
Pergantian kekuasaan Dinasti Umayyah oleh Dinasti Bani Abbasiyah diwarnai dengan pertumpahan darah. Meskipun kedua dinasti ini berlatar belakang agama Islam, akan tetapi dalam pergantian posisi pemerintahan melalui perlawanan yang panjang dalam sejarah Islam.
Dalam sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah, menjelang akhir Daulah Amawiyah I, terjadi bermacam-macam kekacauan yang antara lain disebabkan:
1.                  Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.
2.                  Merendahkan kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan.
3.                  Pelanggaran terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan terang-terangan.[7]
Oleh karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan Daulah Amawiyyah. Gerakan ini menghimpun[8]
a)             Keturunan Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah
b)            Keturunan Abbas  (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Iman
c)             Keurunan bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-Khurasany.
Mereka memusatkan kegiatannya di Khurasan. Dengan usaha ini, pada tahun 132 H/750 M tumbanglah Daulah Amawiyah dengan terbunuhnya Marwan ibn Muhammad, Khalifah terakhir. Dengan terbunuhnya Marwan mulailah berdiri Daulah Abbasiyah dengan diangkatnya Khalifah pertama, Abdullah ibn Muhammad, dengan gelar Abu al-Abbas al-Saffah, pada tahun [132-136 H/750-754.[9]
Pada awalnya kekhalifahan Abbasiyah menggunakan Kuffah sebagai  pusat pemerintahan, dengan Abu as-Saffah (750-754 M) sebagai Khalifah pertama. Khalifah penggantinya, Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M) memindahkan pusat pemerintahan ke Baghdad. Daulah Abbasiyah mengalami pergeseran dalam mengembangkan pemerintahan. Sehingga dapatlah dikelompokkan masa daulah Abbasiyah menjadi lima periode sehubungan dengan corak pemerintahan. Sedangkan menurut asal- usul penguasa selama masa 508 tahun Daulah Abbasiyah mengalami tiga kali pergantian penguasa. Yaitu Bani Abbas, Bani Buwaihi, dan Bani Saljuk.
C.    POLA PEMERINTAHAN ABBASIYAH
Kekhalifahan Bani Abbas bertumpu pada banyak sistem yang pernah dipraktekkan oleh bangsa-bangsa sebelumnya baik yang muslim maupun non-muslim. Dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah diletakkan oleh khalifah kedua, Abu Ja’far Al-Mansur yang dikenal sebagai pembangun khilafah tersebut. Sedangkan sebagai pendiri Abbasiyah ialah Abul Abbas as-Shaffah. Dukungan dan sumbangan bangsa Persia kentara sekali ketika Abbasiyah berdiri dengan munculnya Abu Muslim Al-Khurrasani dan memang wilayah operasional bangsa ini berada di bekas reruntuhan kerajaan Persia. Kebangkitan orang-orang Persia itu antara lain juga karena sudah bosannya mereka terhadap kebijaksanaan pemerintah Umayyah yang diskriminatif terhadap bangsa non-Arab yang menjadikan mereka warga negara kelas dua (kaum mawalli). Maka tidak mengherankan bila kekhalifahan Abbasiyah mengambil nilai-nilai Persia dalam sistem pemerintahannya. 
Bangsa Persia mempercayai adanya hak agung raja-raja yang didapat Tuhan, oleh karena itu para khalifah Abbasiyah memperoleh kekuasaan untuk mengatur negara langsung dari Allah bukan dari rakyat yang berbeda dari sistem kekhalifahan yang diterapkan oleh Khulafaurrasyidin yang dipilih oleh rakyat. Kekuasaan tertinggi mereka diletakkan pada ulama, sehingga pemerintahannya merupakan sistem teokrasi[10] Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Kemakmuran rakyat mencapai tingkat tertinggi.
 Setelah pemerintahan Abul Abbas (750-754 M) yang relatif sangat singkat, dilanjutkan dengan pemerintahan Abu Ja’far Al-Mansur (754-775 M). dengan keras dia hadapi lawan-lawannya dari Umayyah, Khawarij, dan juga Syi’ah yang merasa dikucilkan dari kekuasaan. Pada mulanya ibu kota negara adalah Al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, Al-Manshur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru di bangunnya, yaitu Baghdad. Disini Al-Mansur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahn ini, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat seorang wazir sebagai koordinator departemen. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara dan kepolisian disamping membenahi angkatan bersenjata.
Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809 M) dan putranya Al-Ma’mun (813-833 M). tingkat kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.
Selama dinasti Abbasiyah berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan tersebut, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah dalam empat periode :
1.             Masa Abbasiyah I, yaitu semenjak lahirnya Daulah Abbasiyah tahun 132 H/750 M  sampai meninggalnya daulah khalifah Al-Watsiq 232 H/847 .
2.             Masa Abbasiyah II, yaitu mulai khalifah Al-Mutawakkil pada tahun 232 H/847 M sampai berdirinya daulah Buwaihiyah di Baghdad tahun 334 H/946 M
3.             Masa Abbasiyah III, yaitu dari berdirinya daulah Buwaihiyah tahun 334 H sampai masuknya kaum Saljuk ke Baghdad tahun 447 H/1055 M
4.              Masa Abbasiyah IV, yaitu masuknya orang-orang Saljuk ke Baghdad tahun 447 H/1055 M sampai jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan tahun 656 H/1258 M
Dalam sudut pandang lain, dikatakan bahwa perkembangan daulah Abbasiyah dibagi menjadi tiga periode, yakni pertama, tahun 132-232 H dimana para khalifah Abbasiyah berkuasa penuh. Semua wilayah Islam berada di tangan kekuasaan Abbasiyah terkecuali Andalusia yang ada di bawah Bani Umayyah. Kedua, tahun 232-590 H tatkala kekuasaan para khalifah Abbasiyah sebenarnya berada di tangan orang lain yakni di tangan orang-orang Turki (Atrak), Bani Buwaih dan Bani Saljuk. Ketiga, tahun 590-659 H kembalinya kekuasaan Abbasiyah di tangan mereka tetapi wilayah kekuasaannya menyempit, yaitu hanya di sekitar Baghdad saja.
D. PARA KHALIFAH DINASTI ABBASIYAH
Sistem pengangkatan putra mahkota dalam dinasti ini, mengikuti cara Dinasti Bani Umayyah. Namun ada pemakaian gelar bagi para khalifahnya, seperti Abu Ja’far. Ia memakai gelar Al-Manshur. Para khalifah bani Abbasiyah berjumlah 37 khalifah, mereka adalah :
NO
KHALIFAH
NO
KHALIFAH
1
Abul Abbas Ash-Shafah
20
Abul abbas Ahmad Ar-Radi
2
Abu Ja’far Al-Manshur
21
Abu Ishaq Iabrahim Al-Muttaqi
3
Abu Abdullah Muhammad Al-Mahdi
22
Abul Qasim Abdullah Al-Mustaqfi
4
Abu Muhammad Musa Al-Hadi
23
Abul Qasim Al-Fadl Al-Mu’ti
5
Abu Ja’far Harun Ar-Rasyid
24
Abul Fadl Abdul Karim At-Thai
6
Abu Musa Muhammad Al-Amin
25
Abul Abbas Ahmad Al-Qadir
7
Abu Ja’far Abdullah Al-Ma’mun
26
Abu Ja’far Abdullah Al-Qaim
8
Abu Ishaq Muhammad Al-Mu’tashim
27
Abul Qasim Abdullah Al-Muqtadi
9
Abu Ja’far harun Al-Watsiq
28
Abul Abbas Ahmad Al-Mustadzir
10
Abu Fadl ja’far Al-Mutawakil
29
Abu Manshur Al-Fadl Al-Mustarsyid
11
Abu Ja’far Muhammad Al-Muntashir
30
Abu Ja’far Al-Mansur Ar-Rasyid
12
Abul Abbas Ahmad Al-Musta’in
31
Abu Abdullah Muhammad Al-Muqtafi
13
Abu Abdullah Muhammad Al-Mu’taz
32
Abul Mudzafar Al-Mustanjid
14
Abu Ishaq Muhammad Al-Muhtadi
33
Abu Muhammad Al-Hasan Al-Mustadi
15
Abul Abbas Ahmad Al-Mu’tamid
34
Abul Abbas Ahmad An-Nasir
16
Abuk Abbas Ahmad Al-Mu’tadid
35
Abu Nasr Muhammad Az-Zahir
17
Abul Muhammad Ali Al-Muktafi
36
Abu Ja’far Al-Mansur Al-mustansir
18
Abul Fadl Ja’far Al-Muqtadir
37
Abu Abdullah Al-Mu’tashim Billah
19
Abu Mansur Muhammad Al-Qahir



E. EXPANSI WILAYAH DINASTI ABBASIYAH
Bani Abbasiyah berhasil memegang kekuasaan kekhalifahan selama tiga abad, mengkonsolidasikan kembali kepemimpinan gaya Islam dan menyuburkan ilmu pengetahuan dan pengembangan budaya Timur Tengah. Tetapi pada tahun 940 kekuatan kekhalifahan menyusut ketika orang-orang non-Arab, khususnya orang Turki (dan kemudian diikuti oleh orang Mamluk di Mesir pada pertengahan abad ke-13), mulai mendapatkan pengaruh dan mulai memisahkan diri dari kekhalifahan.
Meskipun begitu, kekhalifahan tetap bertahan sebagai simbol yang menyatukan dunia Islam. Pada masa pemerintahannya, Bani Abbasiyah mengklaim bahwa dinasti mereka tak dapat disaingi. Namun kemudian, Said bin Husain, seorang muslim Syiah dari dinasti Fatimiyyah yang mengaku bahwa anak perempuannya adalah keturunan Nabi Muhammad, mengklaim dirinya sebagai Khalifah pada tahun 909, sehingga timbul kekuasaan ganda di daerah Afrika Utara. Pada awalnya ia hanya menguasai Maroko, Aljazair, Tunisia dan Libya. Namun kemudian, ia mulai memperluas daerah kekuasaannya sampai ke Mesir dan Palestina, sebelum akhirnya Bani Abbasyiah berhasil merebut kembali daerah yang sebelumnya telah mereka kuasai, dan hanya menyisakan Mesir sebagai daerah kekuasaan Bani Fatimiyyah. Dinasti Fatimiyyah kemudian runtuh pada tahun 1171. Sedangkan Bani Umayyah bisa bertahan dan terus memimpin komunitas Muslim di Spanyol, kemudian mereka mengklaim kembali gelar Khalifah pada tahun 929, sampai akhirnya dijatuhkan kembali pada tahun 1031.Untuk lebih jelasnya tentang wilayah Dinasti Abbasiyah ini dapat dilihat pada peta berikut ini.


F.    RUNTUHNYA DINASTI ABBASIYAH
Menurut Dr. Badri yatim, M.A.,[12] diantara hal yang menyebabkan kemunduran daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut
a.  Persaingan Antar bangsa
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa bani Umayyah berkuasa. Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khilafah Abbasiyah berdiri. 
b.      Kemerosotan Ekonomi
Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang  ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bidang politik.
c.       Konflik Keagamaan
Fanatisme keagamaan terkait erat dengan persoalan kebangsaan. Konflik yang muncul menjadi isu sentra sehingga menyebabkan perpecahan. Berbagai alirn keagamaan seperti Mu’tazilah, Syi’ah, Ahlus Sunnah, dan kelompok-kelompok lainnya menjadikan pemerintahan Abbasiyah mengalami kesulitan untuk mempersatukan berbagai faham keagamaan yang ada.
d.      Perang Salib
Merupakan sebab dari eksternal umat Islam. Perang salib yang berlangsung beberapa gelombang banyak menelan korban. Konsentrasi pemerintahan Abbasiyah terpecah belah untuk menghadapi tentara Salib sehingga memunculkan kelemahan-kelemahan.
e.       Serangan Bangsa Mongol
Kebesaran, keagungan, kemegahan, dan gemerlapnya Baghdad sebagai pusat pemerintahan Dinasti Abbasiyah seolah hanyut dibawa sungai Tigris, setelah kota itu dibumihanguskan oleh tentara Mongol di bawah Hulagu Khan pada tahun 1258 M. semua bangunan kota termasuk istana emas tersebut dihancurkan pasukan Mongol, meruntuhkan perpustakaan yang merupakan gudang ilmu, dan membakar buku yang ada di dalamnya. Pada tahun 1400 M, kota ini diserang pula oleh pasukan Timur Lenk dan pada tahun 1508 M oleh tentara kerajaan Syafawi. 
Khalifah Bani Abbasiyah yang terakhir dengan keluarganya, Al-Mu’tashim Billah dibunuh, buku-buku yang terkumpul di Baitul Hikmah dibakar dan dibuang ke sungai Tigris sehingga berubahlah warna air sungai tersebut yang jernih bersih menjadi hitam kelam karena lunturan tinta yang ada pada buku-buku itu. Dengan demikian, lenyaplah Dinasti Abbasiyah yang telah memainkan peran penting dalam percaturan kebudayaan dan peradaban Islam dengan gemilang.
G.KESIMPULAN
1.       Orang-orang Abbasiyah,sebut saja Bani Abbas merasa lebih berhak dari pada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah keturunan Bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka,orang-orang Umayyah secara paksa menguasai kekhalifahan melalui tragedi perang siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah mereka mengadakan gerakan yang luar biasa dalam bentuk pemberontakan terhadap Bani Umayyah.Disamping itu mereka sudah bosan dengan perlakuan-perlakuan yang menurut mereka sangat diskriminatif anatara lain Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya,Merendahkan kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan dan Pelanggaran terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan terang-terangan.
2.      Selama dinasti Abbasiyah berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan tersebut, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah dalam empat periode :
-          Masa Abbasiyah I, yaitu semenjak lahirnya Daulah Abbasiyah tahun 132 H/750 M  sampai meninggalnya daulah khalifah Al-Watsiq 232 H/847 .
-          Masa Abbasiyah II, yaitu mulai khalifah Al-Mutawakkil pada tahun 232 H/847 M sampai berdirinya daulah Buwaihiyah di Baghdad tahun 334 H/946 M
-          Masa Abbasiyah III, yaitu dari berdirinya daulah Buwaihiyah tahun 334 H sampai masuknya kaum Saljuk ke Baghdad tahun 447 H/1055 M
3.      Bani Abbasiyah berhasil memegang kekuasaan selama kurang lebih 5 abad dengan dipimpin oleh 37 khalifah dan khalifah yang paling terkenal adalah Al-Makmun dan Harun Arrasyid.
4.      Khalifah Abbasiyah mempunyai wilayah yang sangat luas mualai dari Asia Barat( Irak,Iran dan beberapa Negara yang sekarang berada di wilayah jazirah Arab).Beberapa Negara di wilayah Afrika Utara dan juga Eropa.
5.      Bani Abbasiyah runtuh pada tahun 1258 setelah diserang oleh tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan.





DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir, Sejarah peradaban Islam, Jakarta : Amzah, 2009
Karim, Abdul,  Islam di Asia Tengah (Sejarah Dinasti Mongol- Islam), Yogyakarta: Bagaskara, 2006
Karim, Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007
Mahmudunnashir,Syed,  Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung : Remaja Rosda Karya, 1994
Mufrodi, Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos, 1997
Sunanto Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Cet. I (Bogor: Prenada Media, 2003)
Su’ud Abu, Islamologi, Cet. I, (Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2003
Syukur, Fatah, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2010.
Thahir, Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2004
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2000










[1] Syed Mahmudunnashir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 1994), h. 246
[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2010) h.49
[3] Abu Su’ud, Islamologi, Cet. I, (Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2003), h. 72.
[4]  M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam,(Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), h. 143.
[5] Samsul Munir Amin, Sejarah peradaban Islam,( Jakarta : Amzah, 2009), h. 139
[6] Ash-Shafah artinya sang penumpah darah. Menurut Prof. Dr. Hamka, Abul Abbas Ash-Shafah dikenal sebagai orang yang masyhur karena kedermawanannya, kuat iangatannya, keras hati, tetapi sangat besar dendamnya kepadda Bani Umayyah. Sehingga dengan tidak mengenal belas kasihan, ia membunuh keturunan-keturunan Bani Umayyah itu. Lihat Prof. Dr. Hamka, Sejarah Umat Islam, jilid II,( Jakarta : Bulan Bintang, 1981), h. 102

[7] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Cet. I (Bogor: Prenada Media, 2003), h. 47.
[8] Ibid, h. 48.
[9] Ibid. h. 48
[10] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), H.101
[12]  Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, hal. 80-85